Dengan semua unsur unsur pendukung yang dilakukan, dirangkumkan dan dilaksanakan sepenuh hati, akan memberikan pedoman yang sangat jelas kepada para pebisnis untuk tetap dapat selamat di kondisi krisis global yang seiring berkelanjutan.
Pada dasarnya jika pada kondisi normal, langkah pembisnis meraih sukses, umumnya para CEO menggunakan strategi bisnis kontemporer, mulai dari yang diakui sebagai ”mbah”nya strategy ( Sun-Tzu), sampai yang terbaru, Blue-Ocean Strategy (Prof Kim).
Tapi jika dalam kenyataanya dalam kondisi krisis, para CEO dituntut untuk lebih berhati-hati. Ada 2 pilihan yang dapat dilakukan :
- Jika bisnis kita saat ini baik-baik saja, gunakan saja strategi yang sebelumnya kita pakai. If ain’t broken yet – don’t fix it. Dimulai dari vision-mission, dilanjutkan dengan analisa internal-external, timbulah beberapa alternatif, lalu dipilihlah strategi yang sesuai, dan akhirnya ditutup dengan implementasi.
Sebenarnya bisnis yang sukses harusnya memperhatikan 6 faktor dibawah ini ( bersifat komprehensif dan tidak parsial ) :
1. Clients.
Mengetahui bedanya clients dengan customers dapat merubah cara pandang kita dalam berbisnis. Customers adalah orang yang membeli produk atau jasa kita sedangkan clients adalah orang yang berada dalam perlindungan kita dan karenanya merasa aman dan nyaman jika menggunakan produk / jasa kita. Dimasa krisis ini penulis mengusulkan agar istilah Customer Service diubah menjadi Client Service .
2. Corporation.
Jika kita ingin menang berperang, mulailah dengan mengenal diri sendiri. Tentukan dahulu apa core competencies kita yang bersifat : valuable, rare, costly to imitate dan non-substitutable.
3. Contestants.
Adalah ”seluruh” perusahaan yang dapat mempengaruhi clients kita dalam pengambilan keputusan pembelian, baik pesaing langsung, tidak langsung, produk pengganti, produk alternatif dan ancaman pendatang baru. Jadi jangan hanya fokus ke pesaing langsung, tetapi perhatikan juga seluruh contestants yang ada.
4. Changes.
Sensitifitas terhadap perubahan Politic - Demography - Legal – Environment- Economy- Technology dan Sociocultural memaksa kita membuat business plan yang fleksibel terhadap perubahan ini.
5. Companions atau Partnership.
Jika kita tidak bisa mengalahkan ”musuh” kita, maka ajaklah ia menjadi ”partner” kita. Krisis ini menuntut tiap perusahaan untuk meningkatkan core competencies, maka penemuan ”teman seperjuangan” adalah hal yang vital.
6. Coercive groups.
Pendekatan terhadap grup-grup penekan ini juga memerlukan keahlian khusus sebab apa yang mereka teriakkan belum tentu sama dengan apa yang mereka inginkan.
Dalam kenyataan menunjukkan bahwa kebanyakan para CEO hanya fokus ke bagian atas gunung es ( unsur teknikal ), dan cenderung melupakan bagian bawahnya ( unsur human-social ) yang justru memegang peranan penting, karena ujung-ujungnya implementasi di lapangan tetap harus dilakukan oleh manusia. Secara empiris, 70-80% masalah di lapangan disebabkan oleh manusia.
Sebenarnya ada 6 langkah pendukung ( unsur human – social ) yang dapat diambil untuk meminimalkan masalah diatas, yakni faktor:
- Connections. Jika kita membaca textbook barat , tidak pernah ditemukan informasi mengenai pentingnya connections ini . Tetapi bagi pebisnis tulen tahu persis peranan connections ini dalam mempermudah jalannya bisnis.
- Corporate culture , values dan leadership yang dapat membantu mempertajam strategi.
- Communication. Jika dilaksanakan dengan baik akan mengurangi beda persepsi.
- Commitment. Ini yang paling susah didapat. Solusinya : perlu kejelasan, kepemimpinan dan partisipasi anggota tim.
- Coordination untuk meningkatkan sinergi.
- Corporate responsibility.
Silahkan berkomentar dan Terima kasih
*Untuk menyisipkan Emoticon, pilih Emoticonnya
*Untuk menyisipkan Kode, gunakan konversi kode
Konversi KodeEmoticon